Selasa, 22 Januari 2008

Naik Ojek Becek-Becek

Tukang ojek di Jatinangor, bukan tukang ojek biasa. Tetapi bukan berarti seperti Raffi Ahmad, Laudya Cynthia Bella, Dimas Beck, Chelsea Olivia, dan Ayushita yang diajak oleh Melly Goeslow untuk membentuk grup vocal yang bernama Bukan Bintang Biasa, disingkat BBB.

Dari mulai matahari terbit, mereka sudah stand by untuk mengantarkan penumpang ke tempat yang dituju. Di setiap persimpangan jalan, mulut komplek, atau pada perhentian bus yang ramai, tukang ojek siap mengantar penumpangnya ke tempat tuajuan. Tentu saja dengan tarif tertentu, sesuai dengan jarak yang ditempuh. Dengan kendaraan mutakhir, tukang ojek berani memberikan harga penawaran yang menantang, terutama terkait dengan usia dan spesifikasi kendaraan dinas yang digunakan. Semakin baru usia kendaraan, semakin mahal ongkosnya. Begitu juga dengan spesifikasi motor, semakin canggih dan banyak modifikasi, tukang ojek pun semakin besar hasratnya untuk mengembalikan investasinya.

Ojek sudah terkenal sejak dulu, dan sekarang menjadi lebih populer semenjak Cinta Laura naik ojek becek-becek. Tukang ojek sudah terbiasa untuk berkendara di tengah hujan, tapi mungkin tidak bagi penumpang. Ojek memang mempunyai peran saat lalu lintas sepanjang jalan menuju tujuan yang diinginkan terkenal sebagai jalan yang tidak pernah lengang, penumpang butuh waktu yang sangat singkat untuk tiba di tujuan.

Menurut apa yang saya perhatikan, di Jatinangor banyak sekali tukang ojek yang beroperasi dan berkeliaran. Tukang ojek di jatinangor seperti kawanan semut yang sedang menggerumuti kue di atas meja, saat bis kota yang mengangkut mahasiswa tiba di pangkalannya. Sering kali tukang ojek ugal-ugalan di jalanan Jatinangor saat macet. Memang tujuan utama menggunakan ojek adalah agar cepat sampai di tujuan, baik saat macet maupun saat tidak macet. Tapi ulah tukang ojek yang seperti itu merugikan pengguna jalan yang lainnya.

Suatu hari saat saya sedang terjebak macet di depan kampus IPDN, spion mobil saya disenggol oleh tukang ojek. Saya yakin orang yang mennyenggol saya tukang ojek. Bisa dilihat dari pakaian yang siap untuk berbagai cuaca, cara menyetir motor yang ugal-ugalan dan mahir untuk menyalib mobil, serta tidak memakai helm. Di hari lain saat saya sedang melewati pangkalan bis jatinangor, seorang tukang ojek menendang mobil saya dikarenakan saya menghambat jalannya untuk mendapatkan penunpang yang sedang turun dari bus.

Memang ojek punya peranan penting, tapi apa jadinya kalau mereka tidak tertib dan mengganggu kenyamanan pengguna jalan yang lain? Di pangkalan bis sudah disiapkan satu tempat untuk para ojek mengantri untuk mendapatkan penumpang. Awal-awalnya saja tempat tersebut digunakan, lama-kelamaan tukang ojek kembali menggunakan naluri keojekan mereka untuk mendapatkan penumpang.

Saya terinspirasi menulis blog tentang tukang ojek di Jatinangor, setelah teman saya melihat video clip dari Yana Kermit yang berjudul Ojeg. Video clip tersebut bersetting di pangkalan bis DAMRI Jatinangor. Berikut lirik lagunya:


Aduh bagja pisan
Narik ojeg ngalarisan
Nu numpakna geulis pisan
Hate sok seseredetan

Keur kasalemetan
Nu geulis kedah nyepengan
Sanes akang teu uyahan
Cunihin teu pisan-pisan

Ulah sok ugal-ugalan di jalan
Kebut-kebutan keur jalan
Bisi balikna tinggal ngaran

Ulah sok ugal-ugalan di jalan
Kebut-kebutan keur jalan
Mun nabrak budak digarebugan

Ojeg ongkos ngajegang
Lamun ngojeg ulah parebut penumpang

Ojeg ongkos ngajegang
Lamun ngojeg tong bari mikiran hutang

Komo deui lamun narik bau ao
Nya dijamin penumpang nyebut nu gelo

Lirik lagu tersebut berisikan tentang curahan hati tukang ojek, yang berupa pesan-pesan bagaimana harusnya seorang tukang ojek itu. Semoga tukang ojek di Jatinangor yang mendengar lagu ini bisa terinspirasi dan merubah kebiasaan-kebiasaan yang merugikan orang lain maupun penumpangnya sendiri.



(Melissa Tuanakotta 210110060170)

Tidak ada komentar: